TAHUN BARU; REURGENSITAS SEJARAH BAGI KEHIDUPAN
Muhammad Muntahibun Nafis*
Selamat jalan tahun 2010 yang penuh kenangan,
selamat datang tahun baru 2011. Gegap gempita, sorak sorai, pekikan tiupan
terompet, dan gemerlap cahaya kembang api telah ikut memeriahkan pergantian
tahun masehi. Hampir seluruh manusia di penjuru dunia merayakan pergantian
tahun, tak pelak lagi di tanah air bahkan di desa-desa di pelosok wilayah
negeri. Kegembiraan menyelimuti setiap jiwa, yang seolah-olah akan kedatangan
rejeki yang dapat membuat hati dan diri manusia senang. Seluruh perayaan yang
dilakukan merupakan serangkaian luapan kegembiraan yang terkadang keluar dari
dimensi esensi tahun baru iu sendiri.
Tahun baru pada dasarnya merupakan moment yang
tepat bagi setiap jiwa untuk mau dan mampu berproses menuju yang lebih baik.
Setiap manusia pastinya mengalami perkembangan dan “evolusi” diri dan jiwanya menuju
peningkatan kualitas maupun kuantitas “kedewasaan”. Evolusi di sini dimaksudkan
adanya perubahan yang signifikan dalam diri tiap manusia, baik dari sisi
fisiologis dan biologisnya, maupun psikologisnya. Sisi-sisi manusia ini
masing-masing akan berproses bersamaan kondisi dan situasi yang menyelimutinya.
Kompleksitas dunia dan kehidupan akan ikut serta berpengaruh dalam membentuk makhluk
yang bernama manusia. Sebagai contoh riilnya yaitu bahwa fisik manusia tentunya
tidak akan terlepas dengan kondisi sosial budaya bahkan situasi musim dan
kondisi geografis di mana ia berada. Sifat manusiapun juga bisa dipengaruhi
oleh sistem yang berjalan di masyarakat dan alam sekitarnya. Dari sinilah bahwa
keseharian perjalanan hidup manusia akan selalu bekaitan erat dengan
hari-harinya ia bergaul dengan kehidupan di sekitarnya.
Uforia tahun baru merupakan salah satu fenomena
sosial budaya masyarakat yang menarik untuk diamati dan dielaborasi lebih
lanjut. Banyak nilai-nilai sosial bahkan religius yang terkandung pada moment
tahun baru. Dari segi sosial misalnya bahwa dalam mindset kebanyakan
masyarakat sekarang ini telah mengalami “kekaburan” esensi perayaan tahun baru.
Masyarakat hanya memandang dan menilai unsur luar dari tahun baru yakni
kegembiraan sesaat ketika pada waktu pergantian malam tahun baru tersebut.
Detik dan jam bahkan hari ketika tepatnya pergantian itu merupakan moment yang
ditunggu-tunggu sebagai sebuah sejarah yang harus dibarengi dengan kegembiraan,
senang-senang, perayaan (seperti menip terompet, kembang api dan lain
sebagainya) sebagai bukti ungkapan kegembiraan tersbut. Dalam kondisi seperti
inilah sebenarnya terjadi “kekaburan” makna dalam paradigma masyarakat tentang
tahun baru. Namun demikian, di sisi lain, beberapa bagian masyarakat memetik
keuntungan yang tidak sedikit dari adanya malam tahun baru. Banyak uang
diperoleh seperti penjualan terompet, kembang api, jagung, dan makanan-makanan
lain seperti buah-buahan dan ikan laut yang dihidangkan menyertai pergantian
malam tahun baru.
Salah satu esensi penting yang terkandung dalam
tahun baru adalah nilai sejarah. Setiap manusia disadari atau tidak telah
mengalami proses dan perkembangan dirinya, namun ktika itu juga telah mengalami
proses dan perkembangan sejarahnya. Manusia setiap detik, jam, hari, minggu,
bulan, dan tahun telah menggoreskan sejarahnya sendiri. Tiap harinya ia telah membikin
dan menuliskan sejarahnya pada lembaran kehidupannya. Langkah, tingkah laku dan
bahkan pemikirannya merupakan obyek sejarah yang telah ia lakukan. Ia sendiri
telah menjadi subyek sejarah. Dalam berbagai literatur tentang sejarah
dinyatakan, bahwa sejarah memiliki dua konsep di antaranya adalah sejarah
tersusun dari serangkaian peristiwa masa lampau dan keseluruhan pengalaman
manusia. Sedangkan obyek kajian dalam sejarah adalah seluruh pengalaman manusia
baik yang difikirkan, dikatakan, dirasakan, dan sialami,maupun fakta tentang
apa, siapa, kapan, di mana, dan bagaimana sesuatu itu terjadi.
Dari keterangan di atas, dapat dinyatakan bahwa
masyarakat sekarang pada umumnya telah melupakan sisi sejarahnya sendiri.
Seluruh pengalaman yang selama ini ia goreskan tak pernah lagi ia tengok ulang,
bahkan dianalisa lebih lanjut guna proses sejarah di tahun yang akan datang
menuju sejarah yang lebih gemilang. Seharusnya setiap insan manakala merasa
gembira dengan pergantian tahun, hal itu merupakan bukti kegembiraan bahwa
sejarah yang selama ini ia torehkan merupakan sejarah yang membahagiakan bagi
kehidupannya kelak. Kegembiraannya tidak hanya berada di dataran luarnya saja
(perayaan gemerlap malam tahun baru), namun juga dataran jiwa dan hatinya
(ibadah dan amalan-amalan agama). Ketika manusia menyadari akan pentingnya
sejarah gemilang yang harus ia bikin sendiri, maka hari-harinya akan selalu
diisi dengan pengalaman yang dapat menjadikannya lebih punya arti baik bagi
dirinya sendiri maupun orang lain di sekitarnya.
Di antara urgensi sejarah bagi manusia yaitu bahwa
sejarah akan dijadikan pelajaran berharga dan suri tauladan, sejarah akan
menjadi sarana memahami kehdupan dan kematian, sejarah akan menjadi sarana
untuk kelestarin identitas kelompok, dan sejarah akan menjadi pedoman manusia
baik untuk masa sekarang dan juga masa yang akan datang.
Semoga seluruh masyarakat mau menyadari pentingnya
memahami dan menciptakan, menorehkan sejarahnya sendiri dengan tinta emas,
sehingga akan selalu dikenang samapai ahir zaman walaupun dia telah
meninggalkan alam dunia ini. Moment tahun baru menjadi sangat penting bagi
setiap insan untuk memahami dan menganalisa sejarah yang telah digoreskan pada
tahun-tahun sebelumnya. Apakah selama ini ia telah menuju yang labih baik, atau
sebaliknya masih banyak hal-hal yang kurang. Tahun baru, semangat baru, sejarah
baru, sejarah yang tertuliskan dengan tinta emas menuju peradaban manusia yang
lebih baik.
* Penulis adalah pengajar Sejarah Peradaban Islam pada STAIN Tulungagung
Salam. saya tunggu tulisan-tulisan pencerahan berikutnya pak!
BalasHapusSekarang tahun 2013 mau 2014 Ustadz.
BalasHapusProf Ngainun Na'im@ iya betul prof, tulisan ini hanya sekedar contoh dan inspirasi sj, td awalnya sy jdkn contoh di kelas, dan isi mmng tdk saya revisi lagi...
BalasHapus