1 JAM MENENTUKAN MASA
DEPAN SI BUAH HATI
Muhammad
Muntahibun Nafis, M.Ag*
Pendidikan
akan berhasil secara optimal manakala dilaksanakan dan dimulai sejak anak masih
usia dini, bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Lebih jauh lagi perhatian
akan pendidikan sudah dimulai sebelum pasangan suami istri melangsungkan
pernikahan. Pendidikan dilaksanakan dengan harapan akan terciptanya sosok manusia
yang memiliki kepribadian yang baik bahkan unggul. Dan untuk membentuk
kepribadian manusia, ada tiga faktor yang fundamental yang perlu diperhatikan
oleh setiap orang tua. Pertama, qabla al wiladah (sebelum
melahirkan). Di sini nantinya memberikan tuntunan akan urgensi selektifitas
kriteria calon suami maupun istri. Anak nantinya akan memiliki kepribadian yang
utama tatkala didasari oleh kedua orang tua yang berkepribadian yang baik pula.
Pepatah jawa menyebutkan “kacang ora adoh songko lanjarane”, dengan arti
anak tidak akan jauh berbeda dari orang tuanya. Ungkapan senada diungkapkan
oleh orang Belanda dengan ungkapan “buah apel tidak akan jatuh jauh dari
pohonnya”.
Kedua, ma’a
al-ghoirihi (bersama orang lain). Seseorang nantinya diharapkan memiliki
kepribadian yang baik dengan penyokong utamanya adalah orang lain, yang
nantinya bisa berbentuk sekolah, lembaga, organisasi, perkumpulan, maupun
paguyuban yang di situ nantinya seseorang bisa mengembangkan dan mengeksplorasi
diri dan potensinya bersama orang lain. Dengan bergaul, bersosialisasi, seseorang
dimungkinkan akan bisa berkepribadian baik. Ketiga, bi al-nafsihi
(dengan dirinya sendiri). Satu hal penting yang mempengaruhi seseorang
berakhlak mulia adalah dari dirinya sendiri. Seseorang bisa menggali potensi,
mempertajam karakter, maupun mengolah “fitrah”nya dengan usahanya sendiri.
Melalui membaca (outodidak), bertadabbur, tafakkur, dan meditasi,
seseorang sangat dimungkinkan bisa “menjadi baik”.
Dari ketiga
hal tersebut, nantinya akan mempunyai implikasi besar dalam pembentukan dan
pengembangan “kurikulum” (dalam arti yang luas) di sekolah, di rumah, bahkan di
masyarakat. Bagi sekolah, beberapa wujud nyata yang bisa dilakukan misalnya
(poin pertama) hubungan dan jalinan yang baik antara sekolah dengan wali dan
orangtua peserta didik, sehingga dapat dibentuk komite dan paguyuban wali
peserta didik. Bagi orangtua bisa memberikan saran, masukan, kritikan yang
konstruktif kepada sekolah sebagai salah satu kontrol dan balancing
proses pembelajaran putra-putrinya. Bagi sekolah bisa menyampaikan banyak hal
seperti program dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi kepada orangtua peserta
didik, sebagai upaya sosialisasi dan problem solving dalam proses
belajar mengajar bersama peserta didik. (poin kedua) Sekolah bisa menciptakan
situasi dan lingkungan pendidikan dan pembelajaran yang kondusif bagi proses
pendidikan. Sekolah dengan tanpa diskriminasi berusaha menciptakan interaksi
antar peserta didik, sehingga tidak disadari akan memberikan
pembiasaan-pembiasaan bersosial yang harmonis. Secara otomatis, peserta didik
akan mempelajari bagaimana berbagi dengan sesama, menghormati pendapat yang
berbeda, toleransi, merasakan kesedihan teman, bersuka ria bersama, memegangi
prinsip, tolong-menolong dan banyak hal lain yang itu nantinya akan banyak
diperlukan bagi masa depannya.
(poin ketiga)
Sekolah akan memberikan sarana prasarana, fasilitas, maupun media dan alat
pendidikan yang diperlukan selama proses belajar peserta didik. Misalnya adanya
laboratorium mata pelajaran yang memadahi, perpustakaan sekolah yang lengkap
dan media/alat parktikum-praktikum lainnya. Selain itu, sekolah juga memberikan
waktu yang tersistematis kepada peserta didik untuk bisa memfasilitasi berbagai
pengalaman spiritual perserta didiknya.
Dari tiga faktor
tersebut, yang perlu diperhatikan oleh tiap orangtua adalah perhatian yang
cukup dan optimal bagi putra-putrinya. Betapapun hebat dan baiknya sekolah
dalam memberikan pendidikan, namun tidak didukung oleh peran serta dan kontrol
keluarga atau orangtua, maka pendidikan anak tidak akan optimal. Pada realitas
masyarakat, tidak sedikit orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan
anaknya, anak hanya diserahkan sepenuhnya kepada pembantu maupun pesuruhnya.
Jarang anak sewaktu pulang sekolah ditanya, “nak, tadi disekolah belajar apa?,
bermain apa?, mengerjakan apa? dan lain sebagainya. Belum lagi manakala anak
waktu belajar, orangtua jarang mendampingi dan menemaninya. Ketika anak belajar
kemudian menemukan kesulitan, atau timbul pertanyaan, seharusnya ia bertanya
kepada seseorang yang di sampingnya, sehingga ia menemukan jawaban yang tepat.
Namun manakala anak tidak didampingi, maka pertanyaan-pertanyaan yang segera
membutuhkan jawaban tersebut, akan tidak menemukan jawaban yang tepat dan akan
terus menumpuk sehingga pengetahuan dan wawasan anak akan tidak maksimal.
Perhatian
orangtua kepada anaknya seperti memberikan waktunya walau satu jam saja, akan
memberikan sesuatu yang berarti baik sacara mental maupun pemikiran anak. Satu
jam akan menentukan masa depan anak. Anak akan lebih merasa dihargai,
punya kemampuan, percaya diri dan punya komitmen yang kuat manakala sering
didampingi orangtuanya. Karena orangtua akan sering memunculkan kata-kata: “wah
nak, kamu pinter, kamu bisa, ayo kerjakan dengan tepat, itu betul, itu tepat”,
dan sebagainya walaupun sebenarnya anak belum bisa dan mampu secara benar. Sebaliknya
anak akan menjadi minder dan pesimis ketika jarang ada ungkapan yang “gunggung”,
memuji, mensupport dirinya. Apabila kondisi tersebut -baik yang didampingi
maupun tidak, terus menerus berkelanjutan sampai anak tumbuh dewasa, maka akan
mempengaruhi pola hidup dan pola pikir anak ke depannya. Potensi yang dibawa
anak (qabla al-wiladah), akan tereksplor dengan baik setelah dia mampu
bersosialisasi dan bergaul dengan orang lain (ma’a al-ghairihi), dan
dikuatkan dengan pengembangan potensi melalui proses “perenungan, pembacaan”
dirinya sendiri (bi al-nasihi). Keluarga adalah basic value bagi
anak, untuk kehidupannya kelak.
*Penulis adalah staf pengajar
pada STAIN Tulungagung, dan tulisan ini dipresentasikan pada on air di
radio LIUR FM Tulungagung pada hari kamis tanggal 06 Januari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar