Minggu, 06 Oktober 2013

REVITALISASI CERITA DAN KISAH BAGI SI KECIL



REVITALISASI CERITA DAN KISAH BAGI SI KECIL
Muhammad Muntahibun Nafis*

Setiap pendidikan di manapun berada sudah pasti memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan itu dirancang sedemikian rupa oleh lembaga atau pengelola pendidikan dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan prinsip yang universal. Proses memanusiakan manusia ini akan dapat mencapai tujuan yang dimaksudkan manakala disusun dan dituangkan dalam sebuah kurikulum pendidikan yang sistematis dan terstruktur. Namun demikian, sebaik apapun kurikulum yang sudah diancang, namun pendidik tidak mampu memilih metode yang tepat untuk mentrasfer materi-materi dalam kurikulum tersebut, maka akan dapat berakibat kurang baik bahkan akan fatal. Materi tidak akan dapat tersampaikan dengan baik, karena peserta didik tidak mampu menangkap dan memahami materi yang telah disampaikan oleh pendidik. Dalam kondisi seperti ini, pendidik merupakan faktor penentu dalam keberhasilan sebuah pendidikan. Pendidik dituntut mampu menggunakan metode yang tepat, dengan selalu memperhatikan berbagai faktor. Di antara faktor yang harus diperhatikan yaitu: psikologi (baik psikologi belajar maupun psikologi perkembangan) peserta didik, sosial (yaitu tempat di mana proses pendidikan dan pembelajaran tersebut berlangsung), dan situasi dan kondisi yang melingkupinya.
Indonesia pada saat ini mengalami berbagai kejadian dan multi krisis, di antaranya merupakan salah satu negara yang terkenal dengan kasus-kasus korupsi. Berbagai label dan nominasi sebagai negara terkorup telah sering disandangnya. Berbagai usaha yang dilakukan banyak fihak tak luput juga pemerintah ternyata belum menunjukkan hasil yang memuaskan, bahkan mengalami peningkatan dan menuju pada eskalasi yang akut dan membahayakan. Korupsi telah menjadi “urat nadi” bangsa ini, yang telah menyatu dengan darah yang mengalir pada seluruh anggot tubuh yang bernama Indonesia. Penyakit ini sudah kronis dan akut, seakan sangat sulit untuk diberantas. Salah satu yang bisa dilakukan untuk meminimalisirnya adalah dengan melalui sarana pendidikan dan pembelajaran. Dengan pendidikan diharapakan akan mampu menjadikan jiwa-jiwa manusia yang arif, kuat dan berkarakter.
Menilik dunia pendidikan di tanah air, maka dapatlah dinyatakan bahwa peserta didik dan anak-anak bangsa di negeri ini telah kering oleh sosok-sosok “bapak” atau “pendidik” yang bisa untuk dijadikan suritauladan bagi kehidupan mereka kelak. Memang banyak “pendidik” atau “bapak” yang mampu memberikan nasihat (mauidhoh hasanah), namun terasa sulit untuk mencari benar-benar yang bisa jadi panutan (uswah hasanah). Kondisi yang kurang baik ini –ketika dihubungkan denga dunia pendidikan- dipengaruhi oleh minimnya anak atau peserta didik untuk mampu menjadi dirinya sendiri, dengan memiliki karakternya sendiri. Dalam arti bahwa pendidikan pada saat ini kurang memberi ruang gerak dan situasi kondisi yang bisa menjadikan dirinya untuk memiliki karakter dengan dicontohkan berbagai karakter dari para “idola, tokoh, pemimpin” yang telah sukses dalam memimpin dan menjalani dunianya. Jelasnya bahwa peserta didik sangat minim disodori dengan kisah-kisah atau cerita-cerita para tokoh, misalnya cerita akan pribadi dan sifat-sifat rosul, para sahabat, pahlawan, sosok sukses, maupun yang lainnya.
Peserta didik dan anak-anak setiap harinya hanya disuguhi oleh “idola-idola” dalam film dan kartun, yang hampir kesemuanya merupakan sosok yang kurang bisa memberikan contoh karakter manusia yang baik. Malah sebaliknya mereka sipertontonkan dengan sifat-sifat cengeng, pemalas, suka membohongi dan “ngerjain” orang lain, suka berperang, memakai jalan pintas untuk menuju dan memperoleh keinginan-keinginannya, dan masih banyak sifat-sifat yang lainnya. Ketika kondisi ini setiap hari secara terus menerus terjadi, maka hal ini telah menjadi proses pembelajaran dan pendidikan bagi anak dan peserta didik. Sehingga pada ahhirnya akan mempengaruhi cara berfikir, bertindak, bahkan cara hidupnya kelak di kemudian hari.
Mengamati beberapa kurikulum pendidikan pada jenjang usia dini, sekaran ini belum banyak (untuk tidak mengatakan tidak ada sama sekali) sekolah atau lembaga pendidikan yang menjadikan cerita dan kisah sebagai sarana yang tepat dalam penanaman nilai-nilai dan prinsip-prinsip ke-Islaman. Cerita dan kisah dianggap hanya sebagai teman menjelang tidur atau alat untuk menina-bobokkan anak. Kurikulum pendidikan Islam jarang menjadikan kisah teladan rasulullah mulai masa kanak-kanak samapai dewasa bahkan menjelang meninggal sebagai salah satu kurikulm wajib bagi anak-anak. Sementara ini teladan rosul hanya sekedar masuk dalam mata pelajaran Sejarah Nabi atau Sejarah Peradaban/Kebudayaan Islam. Belum lagi teladan dan sifat-sifat utama para sahabat yang begitu membanggakan dan luar biasa. Ketika peserta didik jarang dikenalkan dengan kisah dan cerita tersebut, hampir pasti mereka akan tidak kenal sama sekali dengan pejuang-pejuang agamanya di masa lalu. Bahkan mereka akan lebih mengenal dan mencintai tokoh idola mereka dalam film dan kartun, yang setiap hari akan dipraktekkan dan ditiru semua gaya dan tingkah lakunya. Maka dari itu, sudah waktunya pendidikan melalui kurikulumnya meletakkan cerita dan kisah sebagai konten maupun cara dalam penanaman nilai kepada peserta didik. Paling tidak dengan adanya rutinitas cerita dan  kisah baik yang dibaca, dilihat, dan didengar peserta didik, akan mampu mengimbangi derasnya film, kartun, dan sarana lain yang dapat berakumulasi menjadi sebuah mindset dalam diri setiap anak atau peserta didik.
Banyak hal yang bisa dilakukan baik oleh orang tua, pendidik, maupun lembaga pendidikan dalam menjadikan cerita dan kisah sebagai salah satu materi penting bagi anak dan peserta didik. Di antara yang bisa dilakukan adalah memberikan ruang dan tempat khusus bagi anak seperti perpustakaan mini untuk bisa membaca berbagai koleksi buku cerita dan kisah dari berbagai macam literatur baik yang berupa cetakan maupun yang yang berbasis IT. Selain itu khususnya bagi orang tua di rumah bisa selalu menemani anak dalam belajar, dan di antara salah satu materinya adalah cerita dan kisah. Semoga setiap orang tua, pengelola pendidikan, pemerintah, dan seluruh pemerhati serta pecinta masa depan anak yang lebih ceria dan lebih cerah, akan menjadi sadar akan arti penting sebuah cerita dan kisah. Dan lebih besar lagi akan mampu meminimalisir terjadinya korupsi di negeri ini juga berbagai krisis multidimensi dengan adanya sosok, tokoh, idola, yang baru, namun tetap bercermin dari sosok, tokoh, idola yang lama yang “hebat” pada masa dulu. Amin    

* Penulis adalah pemerhati pendidikan dan Staf Pengajar pada STAIN Tulungagung  (email: aby_najwa@yahoo.co.id/muntahibunnafis@gmail.com)    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar