Senin, 02 November 2015

Surgaku, Surgamu, Surga mereka..

Pada Jumat di masjid Yarralumla Canberra kali ini sang khotib mengutib beberapa ayat tentang beberapa ciri surga yang nanti disiapkan Allah untuk hamba-hambanya yang beriman dan baik. Salah satu ciri tersebut adalah bahwa luas surga itu seluas langit dan bumi ini. Dapat dibayangkan betapa luasnya surga nanti. Bumi saja tidak semua bisa kita jelajahi luasnya dari ujung sampai ujung dan itu belum cukup menggambarkan luasnya surga karena masih ditambah luasnya langit. Memang ini bukan tema yang dibahas oleh sang khotib. Yang ingin saya ambil manfaat dari kutipan khotib tersebut adalah dengan mengkontekskan kondisi masyarakat Indonesia khususnya umat Islam saat ini. Betapa telah terjadi "penyempitan" makna surga kalau mengamati maraknya dan mudahnya seseorang mengkafirkan orang lain yang berbeda pandangan, aliran, madzhab apalagi beda agama. Sesat-menyesatkan, "syaikhul bid'ah (gurunya ahli bid'ah), halal darahnya, neraka, serta masih banyak lagi ungkapan dan julukan lainnya. Padahal kalau kembali pada masa rosul, seringnya rosul dihina, diejek, diludahi bahkan hendak dibunuh, respon rosul malah mendoakan اللهم اهدى قومي فإنهم لا يعلمون (rosul mah emang begitu sifatnya...kata orang sunda). Gejala yang terus terasa semakin menuju eskalasi mengerikan ini menjadikan surga sempit tidak seluas gambaran Allah dalam kalamNya. Surga hanya akan dimasuki oleh sekelompok orang yang tak pernah memandang orang lain bisa masuk ke dalamnya. Ya sudahlah, silahkan anda masuk surga anda, saya akan masuk surga saya, mereka masuk surga mereka, atau sepakat dengan Cak Nun, surga itu tidak peting...silahkan anda memilih. Yang terpenting adalah سلمة الإنسان فى حفظ اللسان (keselamatan seseorang terletak pada bagaimana menjaga lisan atau mulut serta ucapannya).